Covid-19, Bencana atau Terencana?

Sumber Animasi:majalah.tempo.co (by: Yuyun Nurrachman)
“Siapa yang paling diuntungkan dalam sebuah permasalahan, dialah yang paling mungkin menjadi dalang atas masalah tersebut”. Istilah kuno dari Romawi kuno ini, santer digunakan dalam membahas konspirasi apapun di dunia. 

Kali ini penulis hanya sekadar menuangkan apa yang ada di kepala, sebuah fenomena yang menggemparkan kehidupan sosial. Bisa jadi semakin gempar lantaran seliwar-seliwer di jagad media sosial. Apalagi kalau bukan tentang virus corona, atau yang lebih keren disebut dengan covid-19. Tiap harinya, milyaran manusia menunggu kabar teranyar soal perkembangan virus ini. Ada yang menemui ajal, ada yang sembuh, dan ada saja yang tertular. Alhasil, banyak negara yang mengambil kebijakan untuk melakukan lock down (karantina kewilayahan), atau social distancing (pengurangan aktivitas dan interaksi sosial). 

Sebelum dan sesudah kebijakan tersebut diterapkan, tanggapan demi tanggapan terus bermunculan, mulai dari tanggapan positif, hingga yang sangat negatif pun terus bermunculan bak jamur di musim penghujan. Dalam pandangan medis, lock down dan social distancing merupakan jalan terbaik dalam menyelesaikan permasalahan virus yang katanya benar-benar baru ini. Sebab, karantina wilayah tak membenarkan warga untuk keluar dari rumah (kecuali darurat), dan juga tidak dibenarkan warga asing memasuki wilayah yang sedang melakukan karantina. Jelas hal ini merupkan upaya untuk meminimalisir angka penyebaran virus, sehingga tak banyak orang yang perlu ke rumah sakit hanya karena virus ini. Dengan begitu, pasien yang diketahui telah terpapar covid-19, akan mendapatkan perawatan yang optimal. Bayangkan jika terlalu banyak orang dinyatakan positif! Memang ada berapa tenaga medis yang dimiliki Bumi? 

Berbeda dengan pandangan para pakar medis yang yang memiliki kesamaan dalam penyelesaian masalah, cukup banyak aktivis dan politisi di dunia mengaitkan fenomena ini dengan teori konspirasi. Persamaannya hanya sedikit, yakni covid-19 merupakan senjata biologis yang sengaja diciptakan untuk suatu kepentingan tertentu. Selebihnya saling tuduh, siapa dalang utama dalam ‘pertunjukan wayang’ kali ini. Contohnya seperti Iran yang menuduh Amerika sebagai dalang dalam penyebaran wabah ini. Tentunya Negara Iran punya alasan kuat akibat tuduhan tersebut. Sebenarnya tak hanya Amerika yang digadang-gadang menjadi dalang, ada juga yang berpendapat bahwa wabah ini terjadi akibat kecerobohan China. 

Sebenaranya tak hanya covid-19 yang bisa membunuh manusia, influenza yang akrab kita kenal dengan flu, juga bisa berakibat fatal untuk kelangsungan orang yang terinfeksi. Meski dinilai tak terlalu berbahaya ketimbang covid-19, ada 500 ribu orang meninggal tiap tahunnya gara-gara virus ‘sepele’ ini. Data terbaru, sebanyak 37 ribu orang telah meninggal dunia akibat corona. Apakah covid-19 akan menyamai atau menyalip angka kematian influenza? 

Covid-19 dan influenza, rata-rata mebunuh orang yang memiliki penyakit bawaan (kebanyakan saluran pernafasan) serta memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, sehingga terjadi komplikasi dan membunuh orang yang terpapar virus tersebut. Anehnya, mengapa media massa begitu serius menyoroti fenomena ini? Mengapa tak ada imbauan serius soal pemakaian masker dan social distancing saat flu musiman melanda? 

Barangkali memang benar, bahwa di balik fenomena covid-19 ada sebuah konspirasi yang menguntungkan individu, kelompok atau suatu negara. Apapun itu alasannya, penulis melihat masyarakat dunia diteror ketakutan yang terus menerus dimuat dalam pemberitaan dan media sosial. Bisa jadi ada agenda seting media dalam kasus ini, propaganda yang dibangun secara masif guna membangun persepsi negatif masyarakat terhadap hal baru. Secara jelas, ekonomi global menjadi kacau. Bahkan di Indonesia sendiri, setelah dua pekan diberlakukannya social distancing, ekonomi menjadi masalah utama bagi masyarakat. Belum lagi pemerintah yang tak mau ambil pusing dengan perut masyarakat yang mulai ’keroncongan’. Hingga saat ini, tak satupun tahu kapan wabah ini akan berakhir. Satu pekan ke depan, sebulan, atau kita memang disuruh sabar. 

Penulis: Agis Dwi Prakoso 

Posting Komentar

0 Komentar